MATARAM–Gubernur NTB Zulikieflimansyah dituding sembrono dan gegabah memberikan kontrak Kerjasama Pemanfaatan (KSP) 11 lahan di Gili Trawangan kepada Warga Negara Asing (WNA).
Anggota Komisi I DPRD NTB Bidang Hukum dan Pemerintahan Najamudin Moestafa menilai tindakan Gubernur NTB itu merugikan daerah dan masyarakat karena dengan mudah melepas aset. Tindakan itu justru tidak berpihak kepada pengusaha lokal. Seharusnya Pemprov NTB memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi masyarakat lokal. “ Cara berpikir gubernur ini seolah-olah sebagai negara, bukan daerah. Karena, kalau bicara kerja sama asing, itu harus mengetahui negara, bukan mengambil langkah sendiri,” katanya, Rabu (8/3/2023).
Ditegaskan, jika melibatkan investasi asing maka ada peran negara. Ada kewenangan pemerintah pusat. Pemprov NTB juga diminta terbuka dengan melibatkan DPRD. Dalam aturan, ketika gubernur ingin melibatkan pihak ketiga dalam pengelolaan aset, maka harus melalui beauty contes. Tidak bisa langsung dikerjasamakan. ”Buka ruang informasi yang seluas-luasnya. Sehingga publik tahu. Minimal menginformasikan kepada DPRD NTB agar seluruh pihak dapat mengetahuinya,” tegasnya.
Pihaknya meminta kepada aparat penegak hukum (APH) untuk melakukan penyelidikan, bahkan penyidikan terhadap pelepasan aset itu. ”Kami minta ini diusut,” tambahnya
Ketua Komisi I DPRD NTB, Syirajuddin mengatakan jika menyangkut pelepasan aset, maka gubernur memberitahukan dengan bersurat kepada DPRD. Pelepasan aset itu mesti melibatkan dewan.“Harus melalui pembahasan dewan,” pintanya.
Pemberian kontrak kepada 11 investor asing ini, setelah pengembalian hak lahan itu menyusul berakhirnya Hak Guna Bangunan (HGB) dari PT Gili Trawangan Indah (GTI) pada 2022. GTI menguasai 75 hektar HGB yang didapatkan dari negara melalui Pemprov NTB.
Gubernur NTB Zulkieflimansyah yang dikonfirmasi mengaku saat ini pihaknya sudah mengupayakan pembatalan kontrak 11 lahan kepada WNA tersebut. “Sudah dibatalkan yang 11 kontrak itu” kata Zulkieflimansyah.
Dia lalu meminta persoalan Gili Trawangan untuk ditanyakan kepada kepala UPT Tramena. “Sudah ada UPT yang mengurus Gili Trawangan. Masalah perjanjian cukup ke kepala UPT sekarang. Tidak sampai gubernur,” ucap singkat.
Kepala UPTD Tramena Mawardi Khairi dikonfirmasi mengatakan, pihaknya perlu meruluskan persoalan itu, bahwa itu bukan dijual tapi Pemprov NTB bekerjasama sesuai aturan ada. Perjanjian kerjasama sudah ada. Jika dibatalkan, maka mesti melalui kajian. ” Memang masing – masing perjanjian memiliki historis/dasar yang berbeda – beda sehingga butuh kajian dari UPTD dan biro hukum untuk dapat dibatalkan,” terangnya.
Dia lalu merinci 11 perjanjian aset tersebut. PT Green Horse Bereket akan mengelola aset berupa lahan seluas 500 m². PT Thunder Road Lombok seluas 600 m², PT John Apples Indo seluas 300 m², PT Facinasia seluas 600 m² dan Katara Hotel (Perorangan) seluas 300 m².
Selanjutnya Klinik Kesehatan (Perorangan) seluas 73 m², PT Global Okat Tiracet seluas 1.955 m², PT Pondok Damai Halyma seluas 1.500 m², PT Villa Bella Trawangan seluas 1.300 m², PT Vodo Gili Trawangan seluas 1.200 m² dan PT Sea Salt And Sun seluas 2.506 m². (AL-03)