MATARAM — Investor asal Australia, Cary Trend Graetz bersama rombongan mendatangi kediaman Pengacara I Gusti Putu Ekadana and Associates di Jalan Anggrek, Selaparang, Kota Mataram, Kamis (03/07/2025). Kedatangannya Carry atas rekomendasi sejumlah pihak.
Dengan tujuan untuk mencari keadilan sekaligus perlindungan hukum, atas musibah yang dialaminya akibat menjadi korban perjanjian pinjam nama (Nominee) di kawasan wisata Kuta, Lombok Tengah (Loteng) Provinsi NTB. “Saya sangat sedih dan stress atas masalah ini,” keluhnya dengan wajah merah padam.
Ia mengungkapkan bahwa keberadaan di Indonesia sudah dua puluh tahun. Selama itu pula, dirinya berkunjung ke Kuta dan mencari lahan yang tepat demi menginvestasikan modalnya berbisnis vila dengan memanfaatkan perusahaan modal asing (PT PMA).
Di tengah jalan, ia tidak menyangka bahwa niatnya untuk membangun bisnis terancam kandas lantaran diperdaya Putu dan Komang. Dengan berbagai macam Iming-iming dan janji manis, Cary akhirnya sepakat melakukan perjanjian Nominee lewat salah satu pejabat akta notaris arahan dua orang tersebut.
Perjanjian nominee pertama kalinya pada bulan Februari tahun 2012. Dilanjutkan pada bulan Desember di tahun yang sama. Secara keseluruhan, Total kerugiannya yang dialami Cary sekitar Rp. 10 miliar (AUD 1 Billion).
“Pertama lokasi lahan di Bukit Prabu sekitar 1. 23,7 are. Untuk yang di Prabu diatasnamakan bapaknya,” ungkapnya.
Saat dirinya memulai bisnis villa dan mendapatkan calon Customer, rekannya tersebut tidak mau memberikan sertifikat lahan dan memaksa agar profit dari bisnis itu harus dibagi masing-masing 50 persen, dirinya pun tidak setuju. Gagal mendapatkan apa yang diinginkan, rekannya itu malah mau menguasai seluruh lahan yang ia beli.
“Kontak saya diputus dan lahan yang atas nama bapaknya, diambil lagi oleh rekan saya dengan dalih lahan yang diwariskan,” imbuhnya.
Ia mengaku sebelumnya tidak mengetahui bahwa praktik nominee masuk kategori pelanggaran hukum. Karena dari rekannya maupun pejabat notaris tidak memberikan penjelasan secara rinci tentang aturan dan perundang-undangan sebagai rel yang benar untuk berinvestasi.
Pada tempat yang sama, Pengacara muda, Gusti Vhysnu Punar, memberikan atensi khusus atas musibah yang dialami Cary. Aturan agraria tahun 1960 menurutnya telah menegaskan bahwa WNA tidak diperkenankan untuk menjadikan lahan di Indonesia sebagai hak milik, terkecuali WNI. Sehingga perjanjian nominee yang digunakan rekan-rekan Cary untuk membeli lahan adalah penyelundupan hukum. Sebab meski dibeli oleh dan dari WNI, tapi secara defacto masih kepunyaan investor.
Akan tetapi negara memberikan ruang jika investor luar negeri ingin berinvestasi properti dengan menggunakan PT PMA. Terlebih lagi, Carry juga sudah membuat PT PMA dan mencoba untuk menyampaikan niatnya untuk berinvestasi ke rekan di Loteng. Tapi malah diperdaya dengan iming-iming kemudahan investasi.
“Kalau masalah perjanjian diatur dalam 1320 KUH Perdata. Salah satunya menerangkan tentang klausa yang halal. Kalau melanggar atau bertentangan klausa, maka batal demi hukum. Tapi faktanya itu disahkan oleh pejabat notaris yang notabene sebagai perwakilan negara,” sesalnya.
Senada disampaikan I Gusti Putu Ekadana. Menurutnya, Pemerintah pusat, khususnya Pemprov NTB sudah mengeluarkan anggaran besar untuk promosi investasi. Praktik nominee berdampak buruk terhadap iklim investasi dan masuk dalam pelanggaran keimigrasian.
Ia menegaskan, Cary harus mendapat perlindungan hukum dan dibimbing sesuai aturan negara, mengingat niatnya awal untuk berinvestasi di Pulau Lombok. Terkecuali WNA yang datang sebagai wisatawan, namun ternyata modusnya menikahi WNI setempat agar bisa berbisnis dan beli tanah, tanpa harus mengurus administrasi sebagai investor.
“Siapa yang mau investasi di sini ketika ada pengacara atau pejabat notaris yang melegalkan nominee. Ini bad image for Invesment,” tegasnya. timpalnya.
Daerah NTB khususnya Pulau Lombok kaya akan seni, budaya, kearifan lokal, dan hal-hal lainnya sebagai aset pariwisata. Hal ini yang memantik para calon investor asing datang untuk menanamkan modalnya melalui PT PMA. Namun sering kali para investor dihadapkan dengan rayuan dan iming seperti yang dialami Cary.
Karenanya, Ekadana mendesak adanya audiensi antara Gubernur NTB dengan Cary. Hal ini agar Pemprov NTB segera turun tangan melakukan intervensi dan tindakan tegas dalam rangka menyelamatkan serta mengarahkan para investor yang menjadi korban perjanjian nominee, untuk kembali berinvestasi sesuai regulasi pemerintah.
“Gubernur ini kan pembina untuk notaris dan PPAT. Beliau ini penegak aturan investasi dan pelindung investor. Saya yakin gubernur marah dan kecewa, ketika tahu investor banyak tapi yang resmi cuman 5, sisanya Dark Number. Jangan tertular virus Bali. Di Bali banyak investor yang Dark Number, dan yang mengampangkan penyelundupan hukum,” sindirnya.
“Mereka gampang saja, kalau (Cary,red) dideportasi kan tanah jadi milik mereka, What? Betul investor ini disesatkan. Karena apa yang dia lakukan akibat ditipu daya. Jadi yang dilakukan dia ini tepat mencari payung hukum. Karena dia nggak tahu notaris mana yang bisa membantunya, sedangkan terduga pelakunya, salah satunya notaris,” tandasnya. (AL-03)