MATARAM — Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) selama ini dikenal sebagai daerah yang kaya akan keindahan alam dan potensi wisata. Dari Gunung Rinjani yang megah, Gili Trawangan yang mendunia, hingga pantai-pantai eksotis di Sumbawa, NTB telah menjadi magnet bagi wisatawan lokal maupun mancanegara. Namun, di balik panorama indah itu, NTB juga menyimpan potensi besar lain yang belum sepenuhnya tergarap secara optimal, yakni sektor pertambangan.
Wilayah NTB memiliki kandungan mineral melimpah, seperti emas, tembaga, hingga bahan tambang lainnya yang bernilai ekonomis tinggi. Sayangnya, aktivitas pertambangan di daerah ini tidak seluruhnya berjalan sesuai aturan. Saat ini terdapat dua jenis praktik tambang yang berlangsung: legal dan ilegal.
Pertambangan legal umumnya dilakukan oleh perusahaan besar yang telah mengantongi izin resmi dan memenuhi standar operasional serta lingkungan. Sebaliknya, tambang ilegal banyak dilakukan oleh perorangan atau kelompok masyarakat tanpa izin, yang justru menimbulkan berbagai persoalan.
“Tambang ilegal membawa dampak serius. Lingkungan rusak, air tercemar, dan kesehatan masyarakat terganggu akibat penggunaan zat berbahaya seperti merkuri,” ujar Ketua Himpunan Masyarakat Lombok (HIMALO), Karman BM melalui siaran media.
Ia menilai, selama ini aktivitas tambang ilegal tumbuh subur karena tidak adanya kepastian hukum dan mekanisme pengelolaan yang adil bagi masyarakat. Namun, Karman melihat angin segar dari inisiatif yang tengah digagas oleh Kapolda NTB, Irjen Pol Hadi Gunawan bersama Gubernur NTB, Dr. Lalu Muhammad Iqbal melalui pembentukan koperasi tambang.
“Hadirnya konsep koperasi tambang ini adalah terobosan berani. Ini bukan hanya usaha legalisasi, tapi langkah konkret untuk memberikan kepastian hukum sekaligus memberdayakan masyarakat secara ekonomi,” kata Karman.
Menurutnya, koperasi tambang merupakan model ekonomi gotong royong yang dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan rakyat. Kegiatan tambang yang sebelumnya tidak memberikan kontribusi nyata bagi daerah, kini bisa menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang signifikan jika dikelola melalui koperasi.
Karman menambahkan, sistem yang dibangun dalam konsep koperasi tambang ini tidak hanya memikirkan sisi ekonomi, tetapi juga tata kelola lingkungan. Mulai dari pendirian koperasi, kemitraan dengan pihak ketiga, pembagian hasil usaha, hingga pengelolaan lingkungan pasca tambang, semuanya telah disiapkan secara komprehensif.
“Dari presentasi-presentasi yang sudah dilakukan oleh pihak kepolisian, terlihat jelas bahwa konsep ini disusun dengan serius dan matang. Ada sistem, ada rencana, dan ada keberanian untuk melakukan perubahan,” tegas Karman.
Ia menyebut, ini adalah bentuk revolusi mental dalam pengelolaan sumber daya alam. Jika sebelumnya tambang identik dengan korporasi besar dan keuntungan yang hanya dirasakan segelintir orang, kini ada jalan baru di mana masyarakat bisa menjadi pelaku utama sekaligus penerima manfaat.
“Tambang tidak harus merusak, dan tidak harus dimonopoli. Dengan koperasi, tambang bisa dikelola secara kolektif dan hasilnya bisa dinikmati bersama. Ini gagasan besar yang harus kita dukung,” ujarnya.
Karman mengajak seluruh elemen masyarakat, termasuk pemerintah daerah, akademisi, tokoh masyarakat, hingga aktivis lingkungan, untuk bersama-sama mendukung ide koperasi tambang ini agar berjalan sesuai harapan.
“Kalau NTB sukses menjalankan model ini, bukan tidak mungkin daerah ini akan menjadi contoh nasional dalam tata kelola tambang rakyat yang adil, legal, dan berkelanjutan,” ujarnya.
“Ini kesempatan menjadi tuan di negeri sendiri” tutup pemuda lombok domisili jakarta itu. (AL-03)