LOMBOK BARAT – Badan Gizi Nasional (BGN) tancap gas menatap 2026. Lewat Rapat Evaluasi 2025 dan Perumusan Rekomendasi serta Rencana Aksi 2026 atas Tugas Pemberdayaan Kelompok Masyarakat (Pokmas) dan UMKM, Kamis (18/12/2025), BGN mengajak seluruh elemen bergerak bareng, memperkuat peran masyarakat dari hulu ke hilir.
Kegiatan yang digelar mulai pukul 14.40 Wita di Berugak Room Hotel Merumata, Senggigi, Lombok Barat, NTB, itu dihadiri para pemangku kepentingan pusat dan daerah, Ketua Satgas MBG Provinsi NTB Dr. H. Akhsanul Khalik dan Trainer CV. Nuansa Jingga Evi Rusvina, kelompok masyarakat, hingga pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Ketua panitia pelaksana, Beni Sudarmaji, dalam laporannya menegaskan jika peran kelompok masyarakat menjadi kunci sukses program strategis nasional, khususnya Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
“Kelompok masyarakat itu bukan pelengkap, tapi bagian utama. Bahkan ke depan, Pokmas dan UMKM bisa menjelma menjadi penentu kualitas bahan pokok, yang masuk ke Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi atau SPPG,” ujar Beni.
Menurutnya, pengalaman di lapangan membuktikan jika saat bencana melanda—mulai dari Aceh hingga Bali—SPPG langsung bertransformasi menjadi dapur umum. Di situlah peran masyarakat terasa nyata.
Sementara itu, Sekretaris Deputi (Sesdep) Promosi dan Kerja Sama BGN RI, Kombes Pol. Lalu Muhammad Iwan Mahardan, S.I.K., M.M., mewakili Deputi Promosi dan Kerja Sama BGN RI, menegaskan jika paradigma MBG jauh melampaui bantuan sosial.
“Makan Bergizi Gratis bukan karikatur bansos. Ini adalah sistem pelayanan publik yang terintegrasi dan berkelanjutan. Gizi adalah hak dasar warga negara dan pondasi pembangunan SDM,” tegas Lalu Iwan.
Ia menyampaikan, BGN yang baru terbentuk terus mendorong berdirinya SPPG di berbagai daerah. Dampaknya pun langsung dirasakan, termasuk oleh UMKM lokal yang terlibat sebagai penyedia bahan pangan.
“Program ini menggerakkan ekonomi daerah. UMKM hidup, distribusi berjalan, dan manfaatnya kembali ke masyarakat,” ungkapnya.
Dari sisi akademik dan perencanaan, Pakar Perencanaan dan Pemerintahan Dalam Negeri, Dr. Drs. Nyoto Suwignyo, M.M., memaparkan evaluasi 2025 yang mencatat sejumlah capaian positif. Mulai dari meningkatnya partisipasi masyarakat lokal, terbangunnya kolaborasi dengan pemerintah daerah dan komunitas, hingga edukasi gizi yang makin dikenal sebagai bagian penting program MBG.
“Dampak sosial dan ekonomi terasa langsung. Kegiatan BGN saja bisa menggerakkan hotel, transportasi, hingga UMKM sekitar,” kata sapaan Nyoto itu.
Meski begitu, ia juga menyoroti tantangan yang masih harus dibenahi. Menurutnya, pemberdayaan masyarakat belum sepenuhnya menjadi sistem berkelanjutan, kapasitas belum merata, koordinasi lintas sektor masih lemah, dan indikator keberhasilan belum seragam.
Untuk itu, dalam Rencana Aksi 2026, ia merekomendasikan lima langkah strategis, antara lain penguatan model pemberdayaan berbasis komunitas sesuai konteks lokal, integrasi edukasi gizi dalam aktivitas sosial dan kelembagaan, penguatan kerja sama multipihak secara terstruktur, peningkatan kapasitas masyarakat lewat pelatihan dan insentif sosial, dan penetapan indikator pemberdayaan yang terukur dan seragam.
Diskusi berlangsung hangat, menegaskan satu benang merah —masyarakat harus menjadi subjek utama perubahan, bukan sekadar penerima program.
Dengan pasar yang jelas—mulai dari kebutuhan telur, sayur, hingga buah untuk SPPG—peluang bagi UMKM lokal terbuka lebar. Tinggal bagaimana kelompok masyarakat mengambil peran dan bersiap menjadi bagian dari sistem.
“Kalau sistemnya kuat, masyarakat berdaya, UMKM tumbuh, dan gizi anak bangsa terjamin. Itu tujuan besarnya,” tutup Nyoto.
BGN pun memastikan, lewat penguatan kemitraan dan komunikasi, langkah konkret 2026 akan lebih membumi—langsung menyentuh masyarakat, dari kota hingga pelosok. (AL-03)













