MATARAM — Sebuah kasus yang berawal dari perjanjian antara dua pihak kini berubah menjadi persoalan serius yang menyeret aspek hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Muktamat selaku pihak kedua yang merasa dirugikan, melaporkan adanya tindakan intimidasi, tekanan psikis, serta pencabutan fasilitas dasar kehidupan seperti listrik dan air yang dilakukan secara sepihak oleh pemilik Perumahan Villa Permata.
Dalam kronologi kejadian yang dilaporkan ke Polsek Ampenan, disebutkan bahwa Maktamat dianggap melanggar perjanjian yang disepakati, dan mendapatkan aksi-aksi sepihak yang menyebabkan pihak beserta keluarganya yakni istri dan anaknya mengalami tekanan psikologis berat akibat tindakan dari pemilik Perumahan Villa Permata saat melakukan pencabutan meter listrik dan air secara paksa.
“Saya tidak hanya dirugikan secara materi, tapi juga secara mental dan emosional. Bayangkan, istri dan anak saya hidup dalam kegelapan tanpa air bersih karena tindakan sepihak yang sangat tidak manusiawi,” ujar Muktamat dengan nada tegas, Rabu (18/6).
Lebih lanjut, Muktamat menegaskan bahwa upaya penyelesaian damai sudah dilakukan dengan mengikuti proses hukum. Laporan resmi telah diajukan ke Polsek Ampenan dan mediasi telah dijadwalkan sebanyak tiga kali. Namun, dalam setiap kesempatan, Pihak Perumahan Villa Permata tidak pernah hadir atau memberikan itikad baik untuk menyelesaikan persoalan.
“Saya patuh terhadap proses hukum. Tapi jika jalur damai tidak dihargai, saya akan tempuh langkah hukum lebih lanjut demi keadilan bagi keluarga saya,” lanjutnya.
Ketua Laskar NTB DPD Kota Mataram, Sahrul selaku pendamping Muktamat mengatakan bahwa laporan sudah masuk, dan proses mediasi memang telah dilakukan secara prosedural. Namun, ketidakhadiran pihak kedua dalam tiga kali kesempatan mediasi dapat menjadi dasar bagi pihak pertama/kepolisian untuk menaikkan status laporan ke tahap penyelidikan atau bahkan penyidikan.
Tindakan pencabutan fasilitas dasar seperti listrik dan air tanpa melalui mekanisme hukum atau keputusan resmi dari instansi terkait juga berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta pasal-pasal dalam KUHP yang mengatur tentang perbuatan tidak menyenangkan dan pengancaman terhadap keselamatan orang lain.
“Kasus ini telah menarik perhatian kami dari Laskar NTB DPD Kota Mataram, yang menyayangkan bahwa tindakan-tindakan semacam ini masih terjadi ditengah upaya penegakan supremasi hukum di daerah”, kata Sahrul.
Laskar NTB DPD Kota Mataram pendamping yang turut mengawal kasus ini menyerukan agar pihak berwenang segera mengambil tindakan hukum tegas terhadap Pihak Pertama, agar tidak menjadi preseden buruk bagi masyarakat yang tengah berjuang menegakkan hak-haknya.
Tindakan seperti ini adalah bentuk intimidasi terselubung dan pelanggaran hak hidup layak. Tidak bisa dibiarkan hanya karena pelaku merasa lebih kuat secara ekonomi atau kekuasaan, terang Sahrul.
Hingga rilis ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari pemilik Perumahan Villa Permata. Namun masyarakat dan berbagai pihak menunggu langkah tegas dari Kepolisian Sektor Ampenan agar proses hukum berjalan transparan dan adil.
Rilis ini dimaksudkan sebagai bentuk klarifikasi dan pemberitahuan kepada publik mengenai proses hukum yang sedang berlangsung, serta sebagai upaya untuk mendorong keadilan dan perlindungan terhadap warga yang menjadi korban intimidasi dalam bentuk apapun, tutup Sahrul. (AL-03)